Keluarga Mendiang Gogon Ketiban Utang Warisan Rp2M, Bagaimana Hukumnya Menurut Negara dan Islam?

Keluarga Mendiang Gogon Ketiban Utang Warisan Rp2M, Bagaimana Hukumnya Menurut Negara dan Islam?

Smallest Font
Largest Font

Empatmata.com -- Mendiang pelawak legendaris Margono alias Gogon meninggal dunia sejak 15 Mei 2018 lalu. Namun, namanya kembali diperbincangkan usai pihak keluarga membongkar fakta terkait utang Gogon pada rentenir.

Dilansir Insert Live, Gogon ternyata punya utang kepada rentenir senilai Rp 2 Miliar. Kini keluarga tengah berjuang menjual rumah warisan mendiang untuk membayar utang tersebut.

Rumah warisan Gogon sendiri dijual seharga Rp3,5 Miliar. Pihak keluarga mengaku sudah mencoba menawarkan ke beberapa rekan artis, termasuk Cak Lontong. Namun, Cak Lontong masih berdiskusi dengan sang istri.

Menurut putra Gogon, Nova, utang ayahnya berkisar Rp1 miliar. Namun, karena meminjam pada rentenir dengan bunga fantastis melebihi bank, utang terus menggunung hingga mencapai lebih dari Rp2 miliar.

"Akhirnya kita ngomongin secara kekeluargaan (dengan rentenir), 'masa namanya kayak gitu, kalau mau ke ranah hukum ya hukum. Namanya rentenir itu kan 'nekak gulu,' (mencekik leher), njeratlah bunganya. Ya udah mending dijual aja (rumahnya)," ujar Nova.

Nova menjelaskan, awal mula Gogon berhutang pada rentenir saat dirinya ingin memulai bisnis kos-kosan. Namun, rencana berubah di tengah jalan. Gogon pun memutuskan menggunakan uang pinjaman rentenir itu untuk membuat hotel murah.

Malang tak dapat ditolak, Gogon meninggal dunia sebelum proses legalitas hotel selesai dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) berhasil didapatkan.

Keluarga Gogon pun kini kelimpungan untuk membayar utang tersebut. Mereka bak ketiban warisan utang dari mendiang.  

Lantas bagaimana hukum warisan utang menurut negara dan Islam? Apakah keluarga yang ditinggalkan wajib melunasi tanggungan tersebut? berikut ulasannya.

Warisan Utang dalam Hukum Negara

Berdasarkan hukum waris menurut KUH Perdata, harta peninggalan (harta warisan) dari seseorang yang meninggal dunia meliputi aktiva dan pasiva, artinya baik utang maupun juga piutang diwariskan juga kepada para ahli waris. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 833 KUH Perdata

Para ahli waris dengan sendirinya karena hukum mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.

Lebih lanjut, ahli waris pada dasarnya wajib untuk membayar utang dari pewaris. Hal ini diatur pula di dalam Pasal 1100 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

Para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan, harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan.

Namun demikian, tanggungan utang orang yang meninggal dunia terhadap ahli waris ini tergantung sikap ahli waris.

Ahli waris bisa menerima warisan murni, dengan catatan, atau bahkan menilak warisan. Jika dipilih yang terakhir, maka ahli waris bebas dari kewajiban membayar utang.

Jika seseorang menolak warisan yang diberikan kepadanya, orang tersebut harus menolaknya secara tegas dengan suatu pernyataan yang dibuat di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukum warisannya itu terbuka sebagaimana diatur dalam Pasal 1057 KUHPerdata.

Warisan Utang dalam Hukum Islam

Utang pewaris hanya akan dibayar sebesar warisan yang ditinggalkan oleh pewaris tersebut. Hal tersebut turut termuat dalam Pasal 175 Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Dikatakan, tanggung jawab ahli waris terhadap utang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.

Dalam NU Online dijelaskan, aset orang yang meninggal dunia tidak boleh dibagikan kepada ahli waris terlebih dahulu sebelum tanggungan finansial mayit terpenuhi.

Tanggungan-tanggungan tersebut meliputi biaya pemulasaraan jenazah, termasuk pembayaran rumah sakit jika ada, termasuk urusan utang piutang. 

H terebut jug dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 11:

مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ

“(Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (setelah dibayar) utangnya.”

Utang seseorang yang sudah meninggal dunia sendiri dibedakan menjadi dua. Pertama, utang finansial yang berhubungan dengan Tuhan.

Jenis utang ini di antaranya tanggungan zakat, orang tua yang sudah tidak kuat lagi menjalankan ibadah puasa Ramadhan sehingga ia harus membayar fidyah, dan lain-lain.

Yang kedua yakni utang yang berhubungan dengan anusia, seperti uang, pakaian, beras, dan lain-lain.

Dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Muhadzzab karya Imam An-Nawawi dijelaskan tentang priritas pembayaran utang seorang yang telah meninggal oleh keluarganya.

Pertama, yang harus diselesaikan pertama kali adalah utang finansial kepada Allah ta’âlâ. Pendapat ini yang paling shahîh.

Kedua, lebih penting mendahulukan utang sesama manusia. Ketiga, masing-masing mempunyai kedudukan yang sama.

Sementara itu, jika seseorang yang meninggal dunia punya utang segunung namun asetnya tidak mencukupi untuk membayar semuanya, maka ahli waris tidak berkewajiban membayar sisanya.

Namun apabila terdapat ahli waris yang menghendaki untuk berbaik hati, melaksanakan kesunnahan, hukumnya sah-sah saja membayarkan utang keluarganya yang sudah meninggal dunia.

Dengan begitu, ulama sepakat bahwa tidak ada istilah warisan utang.

Editors Team

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow