Sosok Anna Wintour Sang Penggagas Transformasi Met Gala: Dari Acara Amal Hingga Bertabur Bintang

Sosok Anna Wintour Sang Penggagas Transformasi Met Gala: Dari Acara Amal Hingga Bertabur Bintang

Smallest Font
Largest Font

Empatmata.com --Met Gala yang digelar 6 Mei 2024 lalu sukses besar. Dengan tema  "Sleeping Beauties: Reawakening Fashion" deretan bintang papan atas melenggang di catwalk dengan beragam fesyen dari desainer dunia.

Namun siapa sangka, di balik megahnya panggung Met Gala, acara ini dulunya (bahkan hingga sekarang) dirancang sebagai sebuah kegiatan amal. Digalang oleh Costume Institute Museum Seni Metropolitan, para sosialita AS berkumpul untuk mengumpulkan donasi.

Kini, tak sembarang orang bisa datang ke Met Gala. Butuh undangan khusus jika ingin menghadiri gelaran ini. Dan undangan itu datang dari satu orang, yakni Anna Wintour, sang penggagas transmormasi Met Gala.

Berawal dari Majalah Vogue

Anna Wintour lahir pada 3 November 1949 di London, Inggris. Ia adalah pemimpin redaksi terlama Majalah American Vogue, mulai 1988 hingga sekarang. Wintour menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia mode.

Wintour adalah putri Charles Vere Wintour, yang dua kali menjabat sebagai editor surat kabar Evening Standard London. Wintour lulus dari North London Collegiate pada tahun 1966. Empat tahun kemudian ia menjabat asisten mode untuk majalah Harper's & Queen .

Setelah bekerja sebagai editor mode untuk serangkaian majalah New York, Wintour menjabat sebagai editor di Majalah Vogue Inggris pada 1986 dan sebagai editor House & Garden setahun kemudian. Majalah itu sendiri kembali secara kontroversial di AS dengan nama HG.

Pada tahun 1988, Wintour menggantikan Grace Mirabella sebagai pemimpin redaksi di Vogue. Langkah ini dilakukan tiga tahun setelah peluncuran majalah Prancis, Elle, di Amerika yang secara konsisten mengancam pendapatan iklan Vogue .

Ketika menjelaskan filosofi penerbitan majalah fantasi mode demokratis tersebut, Wintour berkomentar, “Mass with Class, itulah mantra saya.”

Sampul Vogue lantas menampilkan wanita terkemuka, termasuk aktris Nicole Kidman dan Angelina Jolie serta politisi Hillary Clinton. Perubahan ini cukup ekstrim mengingat Vogue selama ini hanya menggunakan model untuk sampul majalahnya.

Di bawah arahan Wintour, Conde Nast Publication, perusahaan induk Vogue, meluncurkan beberapa spin-off, terutama Teen Vogue (1993). Pengaruhnya yang luas membuat Wintour diangkat menjadi direktur artistik di Condé Nast pada 2013. Tujuh tahun kemudian dia diangkat menjadi chief content officer global perusahaan tersebut.

Transformasi Met Gala

Menjadi Pemimpin Redaksi Vogue makin mempercepat langkah Wintour. Di bawah arahannya, ia mengatur serangkaian asosiasi filantropis Vogue yang terkenal, termasuk transformasi Met Gala.

Met Gala sendiri adalah acara penggalangan dana tahunan untuk Costume Institute Museum Seni Metropolitan. Wintour pun menjabat sebagai ketua bersama selama bertahun-tahun sejak 1995.

Met Gala awalnya merupakan pertemuan elit sosialita Manhattan. Gala tersebut kemudian menjadi acara karpet merah yang didominasi selebriti internasional usai dikendalikan Wintour.

Tak hanya itu, pada tahun 2003 ia dan Council of Fashion Designers of America (CFDA) bersama-sama meresmikan CFDA/Vogue Fashion Fund, yang menawarkan dukungan keuangan dan pendampingan bisnis kepada “generasi berikutnya” perancang busana Amerika.

Di Balik Sukses Profesional Fesyen

Wintour berperan penting dalam mengangkat karier banyak profesional fesyen terkemuka, termasuk supermodel generasi 1990-an, fotografer fesyen berbakat Herb Ritts, dan beberapa desainer elit.

Pengaruhnya juga sukses mendapatkan dukungan finansial dari rumah mode baru kala itu milik John Galliani. Langkah ini juga membantu mengangkat John menjadi kepala desainer di Christian Dior pada tahun 1997. Alexander McQueen dan Marc Jacobs juga punya hutang budi dengan Wintour.

Setelah diperkenalkan oleh Wintour pada tahun 2007, desainer pakaian pria Thom Browne, berhasil meluncurkan koleksinya ke 90 toko Brooks Brothers.

Wintour juga jadi inspirasi bagi Lauren Weisberger saat menulis Novel The Devils Wears Prada yang terbit pada tahun 2004. Sosoknya yang terlihat angkuh dengan kacamata hitam jadi fokus alur cerita novel tersebut.

Novel ini berkisah tentang kerja keras komikal salah satu asisten pribadi majalah mode bernama Miranda Priestly. Karakter Priestly diyakini adalah karikatur Wintour. Weisberger sendiri pernah bekerja dengan Wintour.

Tak hanya jadi inspirasi, Wintour sendiri pernah muncul di depan layar dalam film dokumenternya The September Issue: Anna Wintour & the Making of Vogue (2009) serta The First Monday in May (2016).

Editors Team

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow