Penelitian: Terlalu Banyak Motivasi Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Penelitian: Terlalu Banyak Motivasi Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Smallest Font
Largest Font

Empatmata.com - Ternyata, terlalu banyak motivasi juga bisa mempengaruhi kita dalam pengambilan keputusan. Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan hal tersebut.

Berangkat kerja pagi-pagi sekali, memilih restoran saat makan siang, dan sebagainya, banyak dari keputusan kita dimotivasi oleh kebutuhan, seperti mencari nafkah atau memuaskan rasa lapar.

Namun, pengambilan keputusan adalah proses yang kompleks. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti lingkungan atau individu lain.

Selain itu, juga dipengaruhi oleh kondisi internal kita, seperti suasana hati, tingkat perhatian, atau tingkat motivasi kita.

Penelitian Terbaru Tentang Motivasi

Meskipun peran motivasi pada kinerja tugas-tugas perilaku telah diketahui selama lebih dari satu abad, sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa ternyata efeknya pada otak masih belum jelas.

Sebuah tim dari University of Geneva (UNIGE), bekerja sama dengan EPFL, mengungkapkan bagaimana motivasi mengubah sirkuit saraf yang bertanggung jawab atas persepsi sensorik yang mendahului pengambilan keputusan pada tikus.

Penelitian ini mengungkapkan mengapa tingkat motivasi yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat memengaruhi persepsi dan pilihan kita.

''Kami ingin mengamati bagaimana informasi sensorik yang ditransmisikan oleh neuron di korteks diubah oleh tingkat motivasi dan sejauh mana hal tersebut dapat berdampak pada pembelajaran dan kinerja dalam tugas pengambilan keputusan,'' jelas Sami El-Boustani, penulis utama penelitian ini, seperti dilansir laman neurosciencenews.com.

Tim peneliti mengembangkan paradigma perilaku yang melibatkan tikus dalam rezim konsumsi air yang terkontrol.

Pertama-tama mereka melatih tikus-tikus ini untuk merespons rangsangan sentuhan melalui dua kumis (A dan B). Untuk menghasilkan suatu tindakan (menjilati cerat beisi air), perlakuan hanya pada kumis A.

Setelah pelatihan ini, tikus-tikus ini bereaksi terutama terhadap rangsangan kumis A, sehingga menunjukkan kemampuan mereka untuk membedakan kedua sensasi ini.

Akhirnya, para peneliti melakukan eksperimen ini pada tingkat kehausan yang menurun untuk memvariasikan motivasi hewan pengerat untuk berpartisipasi dalam tugas.

Kondisi Hiper-Motivasi Mengaburkan Sensorik

Dalam keadaan sangat haus atau dengan kata lain saat sedang punya motivasi tinggi, tikus tampil buruk. Mereka menjilati cerat tanpa pandang bulu, tanpa membedakan kumis yang dirangsang.

Sebaliknya, dalam keadaan haus sedang, pilihan tindakan mereka menjadi optimal. Mereka terutama menjilat cerat ketika kumis A dirangsang. Ketika mereka tidak terlalu haus, kinerja mereka dalam tugas menurun lagi.

Dengan mengamati aktivitas populasi neuron yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan perseptual pada tikus-tikus ini, para peneliti menemukan bahwa neuron-neuron di sirkuit ini dibanjiri dengan sinyal-sinyal listrik ketika tikus-tikus tersebut sangat termotivasi. Sebaliknya, dalam keadaan motivasi rendah, sinyalnya terlalu lemah.

''Motivasi tinggi menyebabkan stimulasi yang kuat pada neuron kortikal, yang menyebabkan hilangnya ketepatan dalam persepsi rangsangan sentuhan,'' kata Giulio Matteucci, seorang Postdoctoral Fellow di laboratorium Sami El-Boustani dan penulis pertama studi ini.

Sebaliknya, dalam keadaan motivasi rendah, keakuratan informasi sensorik dipulihkan, tetapi kekuatan sinyalnya terlalu rendah untuk ditransfer dengan benar. Akibatnya, persepsi rangsangan juga terganggu.

Pemahaman Baru Tentang Pengaruh Motivasi Terhadap Sebuah Pembelajaran

Hasil penelitian ini membuka perspektif baru. Hasil penelitian ini memberikan dasar saraf yang memungkinkan untuk Hukum Yerkes-Dodson.

''Mereka juga mengungkapkan bahwa tingkat motivasi tidak hanya berdampak pada pengambilan keputusan, tetapi juga persepsi informasi sensorik, yang mengarah pada keputusan,'' jelas Carl Petersen, Profesor di Brain Mind Institute of EPFL dan penulis senior dalam penelitian ini.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penting untuk memisahkan akuisisi dan ekspresi pengetahuan baru.

''Kami mengamati bahwa tikus memahami aturan dengan sangat cepat, tetapi baru bisa mengekspresikan pembelajaran ini beberapa saat kemudian, tergantung pada perubahan persepsi yang terkait dengan tingkat motivasi mereka,” kata Carl Petersen.

Terungkapnya peran motivasi ini membuka jalan menuju metode adaptif baru yang bertujuan untuk mempertahankan tingkat motivasi yang optimal selama pembelajaran.

Editors Team

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow