Jokes Lucu atau Menyinggung? Ini yang Perlu Dipahami
Empatmata.com -- Bagaimana sebuah jokes itu bisa dikatakan lucu atau menyinggung? The Conversation membahasnya. Membagikan info penting untuk anda pahami.
Dalam kajian tersebut, disebutkan bahwa orang yang menceritakan lelucon itu penting. Yang, tampaknya, bisa "lolos" dari Jokes pinggir jurang seringkali orang-orang yang terdampak diskriminatif.
Lantas bagaimana penjelasannya? Berikut penjabarannya.
Menjadi ‘Bagian’ dari Jokes
Banyak dari kita yang secara naluri memahami bahwa orang lebih diperbolehkan untuk secara terbuka menghakimi atau mengkritik kelompok sosial yang menjadi bagian dari mereka dibandingkan dengan kelompok sosial yang bukan bagian dari mereka.
Sebagai contoh, banyak orang Amerika yang merasa dibenarkan untuk menyebut kesalahan negara saat mengecam orang non-Amerika karena melakukan hal yang sama.
Fenomena ini disebut efek sensitivitas antarkelompok, dan banyak yang bertanya-tanya apakah hal ini juga berlaku pada jokes?
Untuk menguji hal ini, The Conversation melakukan serangkaian penelitian untuk memeriksa apakah reaksi orang terhadap lelucon yang meremehkan akan berubah berdasarkan siapa yang menceritakan lelucon tersebut.
Dalam penelitian pertama tersebut, menunjukkan kepada partisipan sebuah profil Facebook tiruan milik seorang gay atau pria heteroseksual yang mengunggah lelucon tentang orang gay.
Pengujian kemudian meminta partisipan untuk menilai seberapa lucu, menyinggung, dan dapat diterimanya lelucon tersebut.
Para partisipan menganggap lelucon tersebut lebih lucu, tidak terlalu menyinggung, dan lebih dapat diterima jika posternya adalah seorang gay.
Untuk mengetahui apakah efek ini juga berlaku untuk lelucon tentang ras, jadi, dalam penelitian kedua, ditunjukkan kepada partisipan sebuah profil Facebook tiruan milik orang Asia, kulit hitam atau kulit putih yang mengunggah lelucon tentang orang Asia.
Di sini, partisipan menilai lelucon tersebut lebih lucu, tidak terlalu menyinggung, dan lebih dapat diterima ketika pemilik profil Facebook tersebut adalah orang Asia.
Penelitian ketiga dilakukan di mana secara langsung bertanya kepada partisipan tentang seberapa dapat diterima anggota kelompok sosial yang berbeda untuk membuat lelucon tentang kelompok dalam atau kelompok luar.
Ditemukan bahwa partisipan, secara konsisten, lebih mudah menerima humor berdasarkan gender, ras, dan orientasi seksual jika orang yang membuat lelucon tersebut juga merupakan anggota kelompok yang ditargetkan.
Jadi, Inilah Mengapa Harus Aware Terhadap Perbedaan Kelompok
Dijelaskan dalam hasil penelitian tersebut bahwa mungkin ada hubungannya dengan bagaimana audiens menafsirkan maksud lelucon.
Beberapa peneliti humor membedakan antara apa yang mereka sebut "niat antisosial", di mana humor digunakan untuk menyakiti dan memperkuat stereotip tentang suatu kelompok sosial.
Seelain itu, juuga ada "niat prososial" , di mana humor digunakan untuk memberdayakan kelompok tersebut dan menantang stereotip tentang kelompok tersebut.
Ketika humor digunakan dengan cara yang merujuk pada diri sendiri, mungkin penonton akan lebih mudah melihatnya melalui lensa prososial.
Sebagai contoh, ketika komedian keturuna Chinese asal AS, Bowen, yang berbicara dengan aksen Cina, penonton mungkin lebih mudah menafsirkan hal ini sebagai sesuatu yang tidak berbahaya.
Mungkin dia menyindir cara-cara rasis yang digunakan orang lain untuk menggambarkan orang Tionghoa, atau mungkin dia memparodikan budayanya sendiri dengan penuh kasih sayang.
Namun, apa pun alasan sebenarnya, dia pasti tidak ingin menyakiti kelompoknya sendiri.
Di sisi lain, ketika Shane Gillis, komedian asli AS, melakukan hal yang sama, penonton mungkin cenderung menyimpulkan niat jahat dan rasis.
Penonton menganggap ia sama sekali tidak mengidentifikasikan diri dengan targetnya. Mungkin dia benar-benar menyimpan rasa jijik terhadap salah satu ras tersebut.
Tapi, ada juga orang yang diberi "izin" untuk membuat lelucon yang meremehkan kelompok yang menjadi bagian dari mereka, terlepas dari latar belakang mereka.
Temuan ini menunjukkan bahwa komedian dan pelawak, baik yang profesional maupun tidak, harus selalu memperhatikan dinamika kelompok.
Hal ini dapat menjadi pembeda antara lelucon yang disambut dengan tawa riuh atau keheningan yang canggung.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow