Setelah 9 Tahun, Angka Pernikahan di China Akhirnya Naik

Setelah 9 Tahun, Angka Pernikahan di China Akhirnya Naik

Smallest Font
Largest Font

Empatmata.com -- Jumlah pernikahan baru di China melonjak 12,4 persen pada tahun 2023 dari tahun sebelumnya, membalikkan tren penurunan yang telah berlangsung selama hampir satu dekade.

Kenaikan jumlah pernikahan di China ini karena lebih banyak anak muda yang menikah setelah menunda pernikahan mereka karena pandemi COVID-19.

Dilansir laman CNA, jumlah pengantin baru meningkat menjadi 7,68 juta tahun lalu, menurut data yang dirilis oleh Kementerian Urusan Sipil China pada Mei 2024.

Angka ini naik 845.000 pasangan dari tahun 2022, namun masih jauh di bawah puncaknya yang mencapai 13,47 juta pasangan pada tahun 2013.

Data ini muncul setelah Perdana Menteri Cina Li Qiang berjanji pada bulan Maret bahwa pemerintah akan bekerja menuju "masyarakat yang ramah terhadap kelahiran dan mendorong perkembangan populasi jangka panjang yang seimbang".

Selain itu, perdana menteri kelahiran Wenzhou berusia 65 tahun tersebut menyebut akan mengurangi biaya persalinan, pengasuhan anak dan pendidikan.

Para pembuat kebijakan bergulat dengan cara membalikkan populasi yang menurun, di mana angka kelahiran menurun dan masyarakat menua dengan cepat.

Sekitar 300 juta orang China diperkirakan akan memasuki masa pensiun dalam dekade mendatang. Jumlahnya setara dengan hampir seluruh populasi Amerika Serikat.

Populasi China turun selama dua tahun berturut-turut pada tahun 2023, karena rekor angka kelahiran yang rendah dan kematian akibat COVID-19 mempercepat penurunan.

Hal ini dikhawatirkan oleh para pejabat akan memiliki efek jangka panjang yang besar pada potensi pertumbuhan ekonomi.

Tingkat pernikahan terkait erat dengan tingkat kelahiran, sehingga memberikan semangat bagi para pembuat kebijakan.

Selain itu, pejabat China beranggapan bahwa peningkatan pernikahan dapat menghasilkan lebih banyak bayi dan mengurangi penurunan populasi pada tahun 2024.

Lebih banyak bayi dilahirkan di rumah sakit di seluruh Tiongkok pada Tahun Naga, yang dimulai pada 10 Februari, seperti yang dilaporkan outlet berita keuangan Yicai baru-baru ini.

Namun, banyak anak muda yang memilih untuk tetap melajang atau menunda menikah karena prospek pekerjaan yang buruk.

Rekor pengangguran kaum muda dan kepercayaan konsumen yang rendah secara kronis membuat pertumbuhan di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini melambat.

Penduduk China Menyusut

Biro Statistik Nasional melaporkan hanya ada 9,02 juta kelahiran pada tahun 2023, ini hanya setengah dari jumlah kelahiran pada tahun 2017.

Dengan angka 11,1 juta kematian di China pada tahun 2023, naik 500.000 dari tahun 2022, ini berarti populasi China menyusut 2,08 juta pada tahun 2023 setelah turun 850.000 pada tahun 2022. Dengan begitu, China kehilangan sekitar 3 juta populasi penduduk dalam dua tahun.

Dua penurunan berturut-turut ini adalah yang pertama sejak bencana kelaparan besar dari tahun 1959 hingga 1961, dan trennya semakin cepat.

Shanghai Academy of Social Sciences, salah satu yang pertama kali memprediksi penurunan pada tahun 2022, menunjukkan bahwa populasi Tiongkok akan menyusut dari 1,4 miliar saat ini menjadi hanya 525 juta pada tahun 2100.

Populasi usia kerja di Tiongkok diproyeksikan turun menjadi hanya 210 juta pada tahun 2100 - hanya seperlima dari puncaknya pada tahun 2014.

Penurunan jumlah populasi China ini disinyalir karena Pandemi Covid – 19 lalu.

Perempuan China Ogah Menikah

Populasi China makin mengkhawatirkan usai sebuah data terbaru menunjukkan kebanyakan perempuan di sana ogah menikah.

Presiden Xi Jinping tahun lalu menekankan perlunya "menumbuhkan budaya baru dalam pernikahan dan melahirkan anak" karena populasi Tiongkok turun selama dua tahun berturut-turut.

Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang juga bersumpah untuk "bekerja menuju masyarakat yang ramah terhadap kelahiran" dan meningkatkan layanan pengasuhan anak.

Partai Komunis (partai berkuasa di China) memandang keluarga inti sebagai fondasi stabilitas sosial, dengan ibu yang tidak akan mendapat tunjangan.

Namun, semakin banyak wanita berpendidikan yang menghadapi rasa tidak aman yang belum pernah terjadi sebelumnya di tengah rekor pengangguran kaum muda dan kemerosotan ekonomi, justru mendukung "singleisme" atau tidak menikah.

Populasi lajang di China yang berusia di atas 15 tahun mencapai rekor 239 juta pada tahun 2021, menurut data resmi.

Pendaftaran pernikahan sedikit meningkat tahun lalu karena penumpukan pandemi, setelah mencapai titik terendah dalam sejarah pada tahun 2022.

Survei Liga Pemuda Komunis tahun 2021 terhadap sekitar 2.900 anak muda perkotaan yang belum menikah menemukan bahwa 44 persen wanita tidak berencana untuk menikah.

Banyak orang China yang menunda untuk menikah, dengan usia rata-rata pernikahan pertama meningkat menjadi 28,67 pada tahun 2020 dari 24,89 pada tahun 2010, menurut data sensus.

Di Shanghai, angka ini mencapai 30,6 untuk pria dan 29,2 untuk wanita tahun lalu, menurut statistik dari pemerintah kota tersebut.

Editors Team

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow